Rabu, 06 November 2013

Kegiatan Belajar Mengajar



Guru, “digugu lan ditiru”, adalah sebuah ungkapan yang telah lama dan amat sangat populer dalam kehidupan ini. Tidak hanya dalam dunia pendidikan yang amat erat dengan keberadaan guru, tetapi dalam dunia luas, yaitu dalam masyarakat pada umumnya pun istilah ini sudah amat sangat membumi. Sering pula dalam perkuliahan yang saya ikuti disampaikan oleh para dosen bahwa guru itu adalah model, idola­-bagi yang mengidolakan- bagi para siswanya. Model bukan diartikan sebagai para pria tampan atau wanita cantik yang lenggak-lenggok dalam cat walk, tetapi model di sini adalah sosok yang akan diikuti, ditiru baik dari segi sikap, penampilan dan yang lainnya.
 Memang tak sepenuhnya seperti ketika seseorang mengidolakan artis pujaannya yang sampai model bajunya, potongan rambutnya, benar-benar mengikuti idolanya itu. Namun lebih dari itu secara sadar atau pun tidak keberadaan guru bagi siswa adalah sebuah teladan bagi mereka. Teladan baik, maupun teladan tak baik. Itulah yang kemudian dapat dijadikan sebagai suatu pertanyaan, sudahkah guru-guru kira saat ini menjadi teladan yang baik bagi para siswanya. Atau lebih halusnya sudahkah para guru kita menyadari keberadaan mereka sebagai model bagi para siswanya. Mengetahui hal ini adalah sudah menurut saya, tetapi menyadari dengan sepenuh hati akan adanya kedudukan ini yang saat ini masih perlu disadari dengan penuh kesadaran.
            Lalu apa korelasi keberadaan guru dengan pendidikan karakter yang saat ini sedang digembar-gemborkan orang, bahkan oleh pemerintah. Sebelum menjawab pertanyaan itu mari kita lihat, apa esensi dari pendidikan karakter itu ? Dari Akhmad Sudrajat, dinyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai itu baik kepada Tuhan YME (hablumminallah), kepada sesama (hablumminannas), kepada lingkungan dan kepada diri sendiri sehingga menjadi manusia insan kamil (manusia seutuhnya).
Dalam bahasa simpelnya pendidikan karakter ini mengarah kepada pembentukan kecerdasan emosi dan spiritual peserta didik. Tidak dipungkiri bahwa saat ini sistem pendidikan yang ada sangat mengutamakan aspek olah pikir dan sedikit mengabaikan aspek olah rasa dan olah hati. Padahal telah banyak penelitian yang hasilnya dapat disimpulkan bahwa andil aspek olah rasa dan olah hati seseorang jauh lebih besar dibandingkan aspek olah pikir bagi kesuksesan seseorang.
Untuk merealisasikan pendidikan karakter ini diperlukan peran serta dari komponen-komponen pendidikan mulai dari kurikulum beserta segala kelengkapannya, proses pembelajarannya, sarana prasarananya dan tentunya sumber daya manusianya. Sumber daya manusia dalam hal ini tidak hanya guru, tetapi juga sumber daya manusia lain yang ikut ambil bagian baik secara langsung maupun tidak dalam dunia pendidikan ini. Lalu bagaimanakah sesungguhnya kaitan guru dan adanya pendidikan karakter ini?
Tidak dipungkiri bahwa keadaan dunia saat ini sudah sangat berbeda dengan keadaan dunia 10 tahun yang lalu. Telah banyak terjadi terjadi pergeseran tingkah laku dan cara pandang seseorang. Globlalisasi, era transparansi, kebebasan publik telah menggiring anak-anak kita khususnya, menjadi pribadi-pribadi yang riskan. Riskan akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang “kurang baik’. Padahal pada kenyataannya saat ini telah kita dapati manusia-manusia yang benar-benar “kurang baik” ini. Banyak manusia-manusia yang cerdas secara akademis, tetapi tidak diimbangi kecerdasan emosi dan spiritualnya. Banyak orang yang otaknya pandai namun hatinya amat tega membantai. Nah di sinilah guru dituntut untuk mampu menjadi penuntun anak-anak didiknya agar menjadi manusia seutuhnya tadi.
Harapannya, guru dalam memberikan tuntunan bagi anak-anak didiknya bukan dengan dogma, sekedar kata dan semacamnya Lebih dari itu, sesuai pribahasa “satu teladan lebih berharga dari pada seribu nasihat” maka guru harus mampu memberikan keteladanan bagi para siswanya. Ini pulalah alasan mengapa guru harus dapat menjadi sosok yang digugu dan ditiru. Diakui atau tidak bahwa keteladanan dari guru akan memberikan andil dalam pembentukan karakter siswa.
Hal ini sejalan dengan fakta bahwa guru adalah model bagi para siswanya. Adanya kenyataan itu seharusnya segera disadari dan segera dilakukan pembenahan serta peningkatan terhadap kualitas keteladanan para guru. Bahwa tidakk hanya nilai berupa angka yang saat ini perlu diperjuangkan. Lebih dari itu perjuangkanlah nilai berupa sikap, karakter, kepribadian anak-anak bangsa yang kelak akan memimpin bangsa ini. Jangan sampai ketidaksesuaian para pemangku kekuasaan yang saat ini terjadi terpaksa berulang di masa depan karena salah didik yang kita lakukan saat ini. Kita tentu tidak ingin kembali terjatuh dalam lubang yang sama.
Langkah antisipasi yang dapat kita lakukan adalah dengan mempersiapkan generasi penerus kita dengan lebih baik. Kualitas moral generasi muda yang semakin terongrong oleh perkembangan jaman harus kita sikapi dengan bijaksana. Guru hendaknya dapat memberi contoh bagaimana seharusnya mengikuti perkembangan jaman namun tetap dapat berdiri dalam jalan yang lurus. Secara teori itu adalah hal yang sangat baik, namun pada kenyataannya untuk mewujudkan hal ini tidaklah mudah. Perlu adanya faktor penyeimbang yang disebut keimanan.
Oleh karena itu, dalam pendidikan saat ini harus pula banyak ditekankan nilai-nilai moral. Namun pada kenyataannya pengintregasian nilai-nilai ini masih kerap diartikan hanya dapat dilakukan dalam bidang studi-bidang studi tertentu, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan misalnya. Padahal sesungguhnya pengintregasian nilai-nilai moral, nilai-nilai keimanan ini dapat dilakukan dalam bidang studi apapun. Pandai-pandainya guru dalam mengintregasikannya.
Mengingat begitu beratnya tantangan kehidupan saat ini, maka semakin berat pula tugas guru sebagai pendidik dalam menanamkan nilai-nilai moral dan keimanan kepada para siswanya agar dapat benar-benar menjadi calon pemimpin bangsa yang dapat diandalkan. Dan harapannya semoga dengan adanya sistem pendidikan karakter, keteladanan dari guru akan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang berkarakter, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ingat, ilmu tanpa agama adalah sesat, dan agama tanpa ilmu adalah buta. Semoga akan terlahir generasi muda kita yang cerdas akademis, cerdas emosi dan cerdas spiritualnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar