Guru, “digugu lan ditiru”, adalah
sebuah ungkapan yang telah lama dan amat sangat populer dalam kehidupan ini.
Tidak hanya dalam dunia pendidikan yang amat erat dengan keberadaan guru,
tetapi dalam dunia luas, yaitu dalam masyarakat pada umumnya pun istilah ini
sudah amat sangat membumi. Sering pula dalam perkuliahan yang saya ikuti
disampaikan oleh para dosen bahwa guru itu adalah model, idola-bagi yang mengidolakan-
bagi para siswanya. Model bukan diartikan sebagai para pria tampan atau wanita
cantik yang lenggak-lenggok dalam cat walk, tetapi model di sini adalah sosok
yang akan diikuti, ditiru baik dari segi sikap, penampilan dan yang lainnya.
Memang tak sepenuhnya seperti ketika seseorang
mengidolakan artis pujaannya yang sampai model bajunya, potongan rambutnya,
benar-benar mengikuti idolanya itu. Namun lebih dari itu secara sadar atau pun
tidak keberadaan guru bagi siswa adalah sebuah teladan bagi mereka. Teladan
baik, maupun teladan tak baik. Itulah yang kemudian dapat dijadikan sebagai
suatu pertanyaan, sudahkah guru-guru kira saat ini menjadi teladan yang baik
bagi para siswanya. Atau lebih halusnya sudahkah para guru kita menyadari
keberadaan mereka sebagai model bagi para siswanya. Mengetahui hal ini adalah
sudah menurut saya, tetapi menyadari dengan sepenuh hati akan adanya kedudukan
ini yang saat ini masih perlu disadari dengan penuh kesadaran.
Lalu
apa korelasi keberadaan guru dengan pendidikan karakter yang saat ini sedang
digembar-gemborkan orang, bahkan oleh pemerintah. Sebelum menjawab pertanyaan
itu mari kita lihat, apa esensi dari pendidikan karakter itu ? Dari Akhmad
Sudrajat, dinyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai itu baik kepada
Tuhan YME (hablumminallah), kepada sesama (hablumminannas), kepada lingkungan
dan kepada diri sendiri sehingga menjadi manusia insan kamil (manusia
seutuhnya).
Dalam bahasa
simpelnya pendidikan karakter ini mengarah kepada pembentukan kecerdasan emosi
dan spiritual peserta didik. Tidak dipungkiri bahwa saat ini sistem pendidikan
yang ada sangat mengutamakan aspek olah pikir dan sedikit mengabaikan aspek
olah rasa dan olah hati. Padahal telah banyak penelitian yang hasilnya dapat
disimpulkan bahwa andil aspek olah rasa dan olah hati seseorang jauh lebih
besar dibandingkan aspek olah pikir bagi kesuksesan seseorang.
Untuk
merealisasikan pendidikan karakter ini diperlukan peran serta dari komponen-komponen
pendidikan mulai dari kurikulum beserta segala kelengkapannya, proses
pembelajarannya, sarana prasarananya dan tentunya sumber daya manusianya.
Sumber daya manusia dalam hal ini tidak hanya guru, tetapi juga sumber daya
manusia lain yang ikut ambil bagian baik secara langsung maupun tidak dalam
dunia pendidikan ini. Lalu bagaimanakah sesungguhnya kaitan guru dan adanya
pendidikan karakter ini?
Tidak
dipungkiri bahwa keadaan dunia saat ini sudah sangat berbeda dengan keadaan
dunia 10 tahun yang lalu. Telah banyak terjadi terjadi pergeseran tingkah laku
dan cara pandang seseorang. Globlalisasi, era transparansi, kebebasan publik
telah menggiring anak-anak kita khususnya, menjadi pribadi-pribadi yang riskan.
Riskan akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang “kurang baik’. Padahal pada
kenyataannya saat ini telah kita dapati manusia-manusia yang benar-benar
“kurang baik” ini. Banyak manusia-manusia yang cerdas secara akademis, tetapi
tidak diimbangi kecerdasan emosi dan spiritualnya. Banyak orang yang otaknya
pandai namun hatinya amat tega membantai. Nah di sinilah guru dituntut untuk
mampu menjadi penuntun anak-anak didiknya agar menjadi manusia seutuhnya tadi.
Harapannya,
guru dalam memberikan tuntunan bagi anak-anak didiknya bukan dengan dogma,
sekedar kata dan semacamnya Lebih dari itu, sesuai pribahasa “satu teladan
lebih berharga dari pada seribu nasihat” maka guru harus mampu memberikan
keteladanan bagi para siswanya. Ini pulalah alasan mengapa guru harus dapat
menjadi sosok yang digugu dan ditiru. Diakui atau tidak bahwa keteladanan dari
guru akan memberikan andil dalam pembentukan karakter siswa.
Hal ini sejalan
dengan fakta bahwa guru adalah model bagi para siswanya. Adanya kenyataan itu
seharusnya segera disadari dan segera dilakukan pembenahan serta peningkatan
terhadap kualitas keteladanan para guru. Bahwa tidakk hanya nilai berupa angka
yang saat ini perlu diperjuangkan. Lebih dari itu perjuangkanlah nilai berupa
sikap, karakter, kepribadian anak-anak bangsa yang kelak akan memimpin bangsa
ini. Jangan sampai ketidaksesuaian para pemangku kekuasaan yang saat ini
terjadi terpaksa berulang di masa depan karena salah didik yang kita lakukan
saat ini. Kita tentu tidak ingin kembali terjatuh dalam lubang yang sama.
Langkah
antisipasi yang dapat kita lakukan adalah dengan mempersiapkan generasi penerus
kita dengan lebih baik. Kualitas moral generasi muda yang semakin terongrong
oleh perkembangan jaman harus kita sikapi dengan bijaksana. Guru hendaknya
dapat memberi contoh bagaimana seharusnya mengikuti perkembangan jaman namun
tetap dapat berdiri dalam jalan yang lurus. Secara teori itu adalah hal yang
sangat baik, namun pada kenyataannya untuk mewujudkan hal ini tidaklah mudah.
Perlu adanya faktor penyeimbang yang disebut keimanan.
Oleh karena
itu, dalam pendidikan saat ini harus pula banyak ditekankan nilai-nilai moral.
Namun pada kenyataannya pengintregasian nilai-nilai ini masih kerap diartikan
hanya dapat dilakukan dalam bidang studi-bidang studi tertentu, Pendidikan
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan misalnya. Padahal sesungguhnya
pengintregasian nilai-nilai moral, nilai-nilai keimanan ini dapat dilakukan dalam
bidang studi apapun. Pandai-pandainya guru dalam mengintregasikannya.
Mengingat begitu beratnya tantangan kehidupan saat
ini, maka semakin berat pula tugas guru sebagai pendidik dalam menanamkan
nilai-nilai moral dan keimanan kepada para siswanya agar dapat benar-benar
menjadi calon pemimpin bangsa yang dapat diandalkan. Dan harapannya semoga
dengan adanya sistem pendidikan karakter, keteladanan dari guru akan dapat
mencetak generasi penerus bangsa yang berkarakter, beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Ingat, ilmu tanpa agama adalah sesat, dan agama tanpa ilmu
adalah buta. Semoga akan terlahir generasi muda kita yang cerdas akademis,
cerdas emosi dan cerdas spiritualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar